BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gizi merupakan salah satu faktor
penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi tidak hanya meningkatkan
angka kesakitan dan kematian, tapi juga menurunkan produktivitas, menghambat
pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan (SKPG, 2000).
Kebutuhan makanan bergizi sangat penting bagi balita dalam membantu proses
pertumbuhan dan perkembangan. Nutrisi dalam tubuh dapat membantu proses
pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mencegah
terjadinya berbagai penyakit akibat gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi dalam
tubuh. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada bayi diharapkan dapat meningkatkan
kualitas tumbuh kembang bayi(Aziz, 2009).
Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita kekurangan gizi. Hal ini disebabkan karena kondisi anak balita
merupakan periode transisi dari makan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih
memerlukan adaptasi. Disamping itu anak balita sering kali tidak begitu
diperhatikan dan pengurusannya sering diserahkan kepada orang lain seperti
saudara, terlebih jika ibu mempunyai anak lain yang lebih kecil. Anak balita
belum mampu mengurus dirinya sendiri dalam hal makanan sedangkan ia tidak
diperhatikan lagi oleh kedua orang tuanya, akibatnya kebutuhan tidak dapat
terpenuhi. Anak balita mulai bermain dan bergerak lebih luas dan mulai bermain
di lantai yang keadaannya belum tentu memenuhi syarat kebersihan, sehingga anak
balita sangat besar kemungkinan terkena kotoran dan dapat menyebabkan anak
balita terkena penyakit akibat infeksi (Anonim, 2008).
Standar yang berlaku di Indonesia yaitu
anak dianggap normal bila tinggi badan menurut umur lebih besar atau sama
dengan 90% standar Harvard. Selanjutnya apabila tinggi badan menurut umur
antara 70-90% standar berarti anak mengalami kurang gizi sedang dan apabila kurang dari 78% termasuk kurang gizi
berat (Kanisius, 2003). Data dari Depkes menunjukkan Indonesia sebenarnya
pernah berhasil menekan angka kasus gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita
menjadi 37,5% (1989), 35,5% (1992), 31,6 % (1995), 29,5% (1998), 26,4% (1999),
dan 24,6% (2000). Namun, angka-angka tersebut kembali meningkat menjadi 26,1%
(2001), 27,3% (2002), 27,5% (2003), dan 29% (2005) (Milyandra, 2010). Faktor
penyebab kejadian kurang gizi pada balita yaitu masalah ekonomi, indikatornya
sebagian besar penderita marasmus berasal dari keluarga kurang mampu.
Kartu menuju sehat (KMS) merupakan salah satu alat yang
diciptakan pemerintah untuk memantau kondisi status gizi balita. Pada KMS
terdapat garis yang berwarna merah. Apabila balita tersebut berada di bawah
garis merah menunjukan bahwa balita tersebut memiliki masalah gizi dan perlu
mandapatkan perhatian lebih. Kondisi kurang gizi diakibatkan oleh ketidak
seimbangan antara kebutuhan dengan asupan zat gizi yang dikonsumsi anak. Anak
yang kurang daya tahan tubuhnya menurun dan mudah sakit.
Data Survei Nasional tahun 2005 menunjukkan bahwa status gizi
anak balita adalah gizi baik (71,88%), gizi kurang (19,62%), gizi buruk
(8,55%), gizi lebih (2.24%) (Depkes RI, 2005). Berdasarkan laporan Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun 2007
prevalensi gizi buruk (4,4 %), gizi kurang
(18,8 %) dari jumlah balita 1,6 juta jiwa (Dinkes Provinsi Jawa Barat,
2007). Angka prevalensi gizi kurang atau gizi buruk
masih di atas prevalensi nasional. Berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) Tahun 2007, prevalensi untuk Jawa Barat sebesar 40,4% sedangkan angka
nasional adalah 30,4%. Sementara itu,
kebutuhan energi protein pada balita di Jawa Barat semakin menurun selama kurun
waktu 2002-2007 terjadi penurunan yaitu dari 17,3 % pada tahun 2002 menjadi
16,3 % dan tahun 2007.
Menurut hasil Survey Pemantauan Status Gizi (PSG) Kota
Cirebon tahun 2009 prevalensi gizi buruk dan gizi kurang sebesar 1,25 % dan
9,73 % (Profil Dinkes Kota Cirebon,
2009). Berdasarkan data Dinas Kesehatan
Kota Cirebon tahun 2010 bidang pelayanan kesehatan, status gizi balita dan
jumlah Kecamatan rawan gizi Kota Cirebon sebagai berikut :
Tabel 1.1 Status Gizi Balita dan Jumlah Puskesmas
Rawan Gizi Kota Cirebon tahun 2010
No.
|
Puskesmas
|
Jumlah Balita
|
|||
Umur 0-4 Th
|
Ditimbang
|
BGM
|
Gizi Buruk
|
||
1
|
Kesambi
|
537
|
481
|
13
|
2
|
2
|
Gunungsari
|
747
|
609
|
20
|
3
|
3
|
Sunyaragi
|
878
|
746
|
25
|
7
|
4
|
Majasem
|
1.823
|
1.295
|
48
|
5
|
5
|
Drajat
|
1.268
|
976
|
34
|
3
|
6
|
Jagasatru
|
1.219
|
1.008
|
29
|
5
|
7
|
Astanagarib
|
454
|
392
|
7
|
4
|
8
|
Kesunean
|
`1.164
|
972
|
57
|
3
|
9
|
Larangan
|
1.562
|
1.337
|
43
|
5
|
10
|
Kalijaga
|
2.806
|
1.880
|
81
|
2
|
Tabel di atas menunjukan bahwa jumlah tertinggi kasus BGM terjadi
di wilayah kerja Puskesmas Kalijaga yaitu sebanyak 81 orang dari jumlah bayi
umur 0-4 tahun sebanyak 2.806 dan 1.880 bayi yang ditimbang.
Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang
sangat penting dan kritis : tumbuh kembang fisik, mental dan psikososial anak. Masa
balita merupakan masa yang tergolong
rawan dalam pertumbuhan dan perkembangan hal ini disebabkan karena masa anak sangat
rentan terhadap sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,
emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan
perkembangan berikut (Soetjininsih, 2005).
Disamping itu perkembangan otak sangat bergantung pada
kualitas gizi dan stimulasi yang diberikan pada balita sejak dalam kandungan
sampai usia tiga tahun pertama, atau
disebut masa emas pertumbuhan (golden age
period). Cepatnya pertumbuhan sel otak manusia pada usia bayi hingga usia
tiga tahun dan mencapai kesempurnaannya
di usia lima tahun, membuat faktor pemenuhan gizi sebagai faktor yang vital
(Anonim, 2012).
Kurang pengetahuan ibu tentang pemberian makanan terjadi
karena banyak tradisi dan kebiasaan seperti penghentian penyusuan lebih awal dari 2 tahun, anak kecil
hanya memerlukan makanan sedikit dan
pantangan terhadap makanan, ini merupakan faktor penyebab masalah gizi di
masyarakat (Depkes RI, 2002).
Kekurangan gizi dapat terjadi dari tingkat ringan sampai tingat berat dan
terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu cukup lama. Keadaan gizi atau status
gizi masyarakat menggambarkan tingkat kesehatan yang diakibatkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat-zat gizi yang dikonsumsi
seseorang. Anak yang kurang gizi akan menurun daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terkena penyakit
infeksi. Sebaliknya anak yang menderita penyakit infeksi akan mengalami
gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi sehingga menyebabkan kurang gizi. Anak yang
sering terkena infeksi dan gizi kurang mengalami tumbuh kembang yang akan
mempengaruhi tingkat kesehatan, kecerdasan dan produktivitas di masa dewasa.
Berdasarkan survei awal penulis di Puskesmas Kalijaga (2012),
menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Kalijaga memiliki jenis
pekerjaan sebagai petani dan pedagang. Pada umumnya ibu-ibu di Desa Kalijaga ikut
membantu suami bekerja untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat sosial ekonominya menengah ke
bawah sehingga memungkinkan pola asuh anak terutama pada pemberian makan anak
kurang baik. Kondisi ini berakibat terhadap banyaknya jumlah bayi dengan berat
badan berada pada garis merah (status gizi kurang atau buruk).
Hasil penimbangan posyandu pada bulan
April tahun 2012 diketahui bahwa di Desa
Kalijaga mempunyai jumlah balita gizi buruk
sebesar 3 (Puskesmas Kalijaga, 2012). Disamping
itu tingkat kesadaran ibu untuk menimbang bayi di Posyandu juga kurang,
indikasinya adalah jumlah kehadiran ibu yang sedikit saat dilakukan kegiatan
timbang bayi yang dilakukan posyandu di Desa Kalijaga.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai upaya pemberian makanan oleh keluarga dengan perubahan
status gizi pada balita dengan BGM di Puskesmas Kalijaga Kota Cirebon tahun
2012.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang, maka yang menjadi permasalahannya adalah bagaimanakah upaya pemberian
makanan oleh keluarga dengan perubahan status gizi pada balita dengan BGM di Puskesmas
Kalijaga Kota Cirebon tahun 2012.
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk
mengetahui upaya pemberian makanan oleh keluarga dengan perubahan status gizi
pada balita dengan BGM di Puskesmas Kalijaga Kota Cirebon tahun 2012.
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui upaya pemberian makanan oleh keluarga terhadap
balita dengan BGM di Wilayah kerja Puskesmas Kalijaga Kota Cirebon tahun 2012.
b.
Untuk mengetahui perubahan status gizi pada balita dengan BGM
di Wilayah kerja Puskesmas Kalijaga Kota Cirebon tahun 2012.
c.
Hubungan upaya pemberian makanan oleh keluarga dengan
perubahan status gizi pada balita BGM di Puskesmas Kalijaga Kota Cirebon tahun
2012.
D.
Manfaat
Penelitian
1.
Memberikan gambaran pada masyarakat tentang pola nutrisi yang nantinya dapat
diketahui bagaimana pemberian pola nutrisi yang baik untuk balita sehingga status gizi yang baik
pada anak dapat tercapai.
2.
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi petugas kesehatan (Puskesmas) dan aparatur desa setempat mengenai gambaran pemberian makanan dan
status gizi serta hubungan pemberian makanan dengan status gizi pada balita
dengan BGM di wilayah kerja puskesmas Kalijaga Kota Cirebon dalam melaksanakan
upaya peningkatan kesehatan.
E.
Ruang Lingkup
Penelitian tentang pemberian makanan dan perubahan status
gizi anak umur 0-4 tahun bertujuan untuk indentifikasi berbagai masalah tentang
pemberian makanan serta akibatnya terhadap perubahan status gizi. Rancangan
penelitian ini menggunakan penelitian analitik. Dengan populasi seluruh ibu
yang memiliki anak umur 0-4 tahun. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner,
sebelum digunakan kuesioner terlebih dahulu diuji validitas dan
reliabilitasnya. Analisa data penelitian menggunakan analisa univariat dan
bivariat. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni 2012 di Wilayah kerja
Puskesmas Kalijaga Kota Cirebon tahun 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar